Sabtu, 10 November 2012


SOAL UTS S2
1.      Mengapa Negara perlu menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan ?
a.       Kemukakan uraian historis pertumbuhan citizebship sejak zaman Yunani (Athena & Sparta) hingga saat ini !
b.      Apa dan bagaimana perubahan orientasi kewarganegaraan pada masa kontemporer khususnya di Indonesia saat ini ?
c.       Jelaskan bahwa Civic Education is an integrated system of knowledge.

2.      Masalah kewarganegaraan saat ini dirasakan semakin penting kedudukannya, tetapi dalam waktu yang sama perhatian terhadap kewarganegaraan belumlah optimal.
a.       Kemukakan permasalahan yang sebenarnya terjadi di Indonesia !
b.      Adakah teori yang dapat dijadikan alternatif untuk mengatasi masalah kewarganegaraan di Indonesia ?

3.      Penanaman dan pengembangan kewarganegaraan di kalangan young generation (hipothetical citizens), khususnya di kalangan peserta didik sangat penting.
a.       Bagaimana strategi pengembangan pendididikan kewarganegaraan pada dimensi kurikuler di Indonesia ?
b.      Uraikan materi (competency) sebagai bahan pengembangan pendidikan kewarganegaraan yang cocok dan layak untuk kondisi siswa di Indonesia !


1.      Mengapa negara perlu menyelenggarakan PKn ?
Jawab:
Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005:30) bahwa, tujuan negara mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa PKn sebagai program pengajaran tidak hanya menampilkan sosok program dan pola KBM yang hanya mengacu pada aspek kognitif saja, melainkan secara utuh dan menyeluruh yakni mencakup aspek afektif dan psikomotor.Selain aspek-aspek tersebut PKn juga mengembangkan pendidikan nilai.
Permendiknas nomor: 22/2006 tentang standar isi menyatakan pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yag memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37 ayat (2) ditetapkan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat (i) pendidikan agama, (ii) pendidikan kewarganegaraan, dan (iii) bahasa Indonesia. Di samping itu, pada Pasal 2 dinyatakan bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD negara Republik Indonesia. Pada Pasal 3 dikemukakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
a.      Kemukakan uraian historis pertumbuhan citizenship sejak zaman yunani (Athena &Sparta) hingga saat ini?
Jawab:
Uraian historis pertumbuhan citizenship sejak zaman Yunani (Athena & Sparta) tidak terlepas dari para filsuf seperti Aristotelles seperti yang terdapat dalam bukunya yang berjudul “politics”, Aristotelles menjelaskan tentang citizenshipsebagai gagasan awal terdapat dalam buku III the theory of citizenship and constitusion. Menurut Aristotelles kewarganegaraan tidak ditentukan oleh penduduk atau hanya sekedar kemampuannya di depan pengadilan. Warga negara adalah seseorang yang secara permanen menjalankan pemerintahan yang berkeadilan dan memegang jabatan.
Kemudian uraian historis pertumbuhan citizenship sejak Zaman Yunani muncul dengan istilah kewarganegaraan berkembang dengan nama civicus yang berarti penduduk sipil (citizen) yang melaksanakan kegiatan demokrasi langsung dalam “polis” (negara kota) atau “city state”. Dalam buku Nurmalina (2008: 59) terungkap bahwa polis adalah Yunani, yaitu sekitar 1000-500 sebelum Masehi.Athena dan Sparta di Yunani mengembangkan model demokrasi. Roger H. Soltau dalam bukunya An Introduction to Politics (Nurmalina, 2008: 59) menjelaskan mengenai warga negara kota di Yunani yang mengembangkan peran serta warga negara dalam kehidupan demokratis, tidak hanya dalam pemilihan wakil rakyat secara resmi, melainkan pula dalam kegiatan yang bersifat rutin sehari-hari baik dalam masalah administrasi maupun aspek hukum. Awal perkembangan citizenship dari Zaman Yunani ini yang mengembangkan citizenship di Indonesia yang dijabarkan bahwa warga negara dengan hak dan kewajiban menjadi bagian konsep warga negara yang dikembangkan di Yunani dengan bagian-bagian warga negara yang demokratis.
Perkembangan konsep kewarganegaraan dapat dirunut dari abad ke 4 masa Yunani Kuno. Konsep Nasionalisme berakar dari peradapan yang dikembangkan bangsa Yunani Purba dan Ibrani Purba. Bangsa Yunani Purba meletakkan kesetiaan mereka yang tertinggi pada suatu ikatan politis yang dikenal dengan polis. Berawal dari kedua bangsa inilah akar nasionalisme yang kemudian mewarnai corak bangsa-bangsa modern dewasa ini. Pada masa Yunani Purba, negara diartikan sebagai suatu persekutuan hidup politis; suatu persekutuan hidup yang berbentuk polis (negara kota), di mana persekutan hidup tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.      Adanya suatu keterhubungan yang bersifat organik antar warga negara;
2.      Adanya suatu hubungan antar warga negara yang khusus, akrab, mesra, dan lestari; dan
3.      Negara tidak terlalu besar dan kecil. Kedudukan negara sebagai prioritas tertinggi.
Berdasarkan uraian di atas, maka zaman Yunani (Athena dan Spartan) cenderung untuk membuat warga negaranya menjadi warga negara yang patuh pada putusan pemerintah.Konsepsi kewarganegaraan yang ditawarkan mempunyai tendensi ke arah teori kewarganegaraan komunitarian.Di mana teori komunitarian ini memiliki makna bahwa ‘setiap orang warga negara perlu memiliki sejarah perkembangan masyarakat.Individualitas yang dimiliki warga negara berasal dan dibatasi oleh masyarakat.’ (Abdul Aziz Wahab dan Sapriya, 2011:188).
Zaman Athena
Pada puncak kejayaan Yunani telah mencetuskan kewarganegaraan republik yang merupakan bentuk dari pertentangan dari berkembangnya paham Demokrasi Liberal dimasa itu.Pada masa ini Yunani mengaharapkan agar masyarakat mampu memberikan peran sertanya dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kelembagaan hukum.Sedangkan di Sparta terkenal karena pengabdian masyarakat tanpa pamrih.Pada masa ini bangsa Yunani mengharapkan peran serta masyarakatnya agar dapat berpartisipasi dalam menyelenggarakan pemerintahan yang baik.
Salah satu sumber yang paling bermanfaat bagi sejarah dan tugas kewarganegaraan Athena adalah tulisan tentang, The Athenian Constitution.Penjelasan ini memberikan penjelasan bahwa warga  negara diberi  akses yang lebih mudah terhadap hukum.  Dan warga negara dibagi kedalam empat kelas yaitu: 
1.    kelas lima ratus gantang,
2.    pasukan berkuda,
3.    prajurit yang terdaftar, dan
4.    buruh.
Zaman Sparta
Perubahan yang terjadi di Sparta  menghasilkan sebuah gaya warganegara dengan sejumlah segi yang saling berkaitan, yang semuanya penting bagi gaya kewarganegaraan Sparta, yaitu:
a.       prinsip kesetaraan;
b.      kepemilikan sebagian besar tanah rakyat;
c.       ketergantungan ekonomi terhadap pekerjaan budak;
d.      sebuah sistem  asuhan dan pelatihan yang keras;
e.       pengambilan makanan di ruang makan umum;
f.       wajib militer;
g.      atribut kebaikan kewarganegaraan; dan
h.      partisipasi dalam pemerintahan negara.
Inilah uraian singkat tentang historis pertumbuhan citizenship sejak zaman Yunani, kemudian menyebar ke Amerika dan hal inilah yang mempengaruhi pertumbuhan citizhensip di Indonesia sampai saat ini.
b.      Apa dan bagaimana perubahan orientasi kewarganegaraan pada masa kontemporer khususnya di Indonesia saat ini ?
Jawab:
Istilah “Pendidikan Kewarganegaraan” di Indonesia mengalami perkembangan dan perubahan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih dikenal dengan nama Civic Education di USA menunjukkan adanya perluasan dari waktu ke waktu.
Secara historis pertumbuhan Civic Education dapat digambarkan sebagi berikut (Sumantri, 1957:31):
a.       Civics (1790)
b.      Community Civics (1970, A.W. Dunn)
c.       Civic Education (1901, Harold Wilson)
d.      Civic-Citizenship Education (1945, John Mahoney)
e.       Civic-Citizenship Education (1971, NCSS)
Penjelasan mengenai Civics menpunyai kesamaan yang sama yaitu membahas mengenai “government”, hak dan kewajiban sebagi warga negara. Akan tetapi, arti Civics dalam perkembangan selanjutnya bukan hanya meliputi “government” saja, kemudian dikenal istilah Community Civics, Economic Civics, dan Vocational Civics.
 Gerakan “Community Civics” pada tahun 1970 dipelopori oleh W.A. Dunn adalah untuk menghadapkan pelajar pada lingkungan atau kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan ruang ringkup lokal, nasional maupun internasional. Gerakan “community civics” disebabkan pula karena pelajaran civics pada waktu itu hanya mempelajari konstitusi dan pemerintah saja, akan tetapi kurang memperhatikan lingkungan sosial.
Selain gerakan community civics, timbul pula gerakan civic education. Ruang lingkup Civics Education (Somantri, 1975:33), antara lain:
a.       Civic Education meliputi seluruh program dari sekolah.
b.      Civic Education meliputi berbagai macam kegiatan belajar mengajar, yang dapat menumbuhkan hidup dan tingkah laku yang lebih baik dalam masyarakat demokratis.
c.       Dalam Civic Education termasuk pula hal-hal yang menyangkut, pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi dan syarat-syarat obyektif hidup bernegara.
Kuhn (Winataputra dan Budimansyah, 2007:71) mengemukakan bahwa, perkembangan istilah Civics dan Civic Education di Indonesia terjadi pada tahun :
1.      Kewarganegaraan (1957), membahas cara memperoleh dan kehilangan kewargaan negara.
2.      Civics (1962), tampil dalam bentuk indoktrinasi politik.
3.      Pendidikan Kewargaan Negara (1968) sebagai unsur dari pendidikan kewargaan Negara yang bernuansa pendidikan ilmu pengetahuan sosial.
4.      Pendidikan Kewargaan Negara (1969) tampil dalam bentuk pengajaran konstitusi dan ketetapan MPRS
5.      Pendidikan Kewargaan Negara (1973) yang diidentikkan dengan pengajaran IPS.
6.      Pendidikan Moral Pancasila (1975 dan 1984) tampil menggantikan PKN dengan isi pembahasan P4.
7.      Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (1994) sebagai penggabungan bahan kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang tampil dalam bentuk pengajaran konsep nilai yang disaripatikan dari Pancasila dan P4.  
c.       Jelaskan bahwa civic education is an integrated system of knowledge.?
Jawab:
Pernyataan bahwa civic education is an integrated system of knowledge dapat kita perkuat dengan merujuk pada konsep civic sebagai ilmu dan civic sebagai multidisipliner.
1.      Konsep civic sebagai ilmu: dari berbagai definisi civics yang dikemukakan oleh para ahli secara tegas terungkap bahwa civics sebagai suatu ilmu (the science of citizenship) yang membahas atau mengkaji tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara. Jika dicoba mengkaitkan dengan karakteristik dari ilmu : yaitu objektif, sistematis, ekperimental, memperluas pengetahuan, dan bermetode. Maka setelah menelaah syarat-syarat ilmu sebagaimana diuraikan diatas, kiranya cukup jelas dan sangat beralasan jika civics itu sebagai suatu ilmu, karena civics memiliki objek kajian, memiliki sejumlah metode, bersifat objektif dan sistematis, eksperimental, dan dapat memperluas pengetahuan.
2.      Civics sebagai multidisiplinar: jika dilihat pohon ilmu, maka induk dari segala ilmu adalah Filsafat, selanjutnya secara umum ilmu dibagi menjadi 3 jenis ilmu yaitu : ilmu alam, ilmu sosial, dan ilmu humaniora. Berdasarkan uraian diatas nampak posisi civics atau ilmu kewarganegaraan sebagai salah satu bidang kajian dalam ilmu-ilmu sosial. Dalam kaitannya dengan bahan yang diajarkan dalam civic, Nu’man Somantri (2008 : 14) mengatakan bahwa civic bukanlah semata-mata mengajarkan pasal-pasal UUD, melainkan harus mencerminkan pula hubungan prilaku warga negara dalam kehidupannya sehari-hari dengan manusia lain dan alam sekitarnya. Karena itu, materi civic hendaknya memasukkan unsur-unsur: (a) lingkungan fisik, (b) sosial, pendidikan, kesehatan, (c) ekonomi, keuangan, (d) politik, hukum, pemerintahan, (e) agama dan etika, (f) ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai kesimpulan akhir bahwa kedua  konsep inilah yang melatarbelakangi pendidikan kewarganegaraan sebagai “civic education is an integrated system of knowledge”.
Pendidikan kewarganegaraan secara epistemologis menurut Numan Soemantri (2001) merupakan “synthetic discipline atau menurut Hartoonian (Dalam Sapriya, 2012) sebagai“integrated knowledge system”, atau dikemukakan oleh Hahn dan Torney Purta : 1999, 2001) sebagai crossdisciplinarystudy atau istilahnya Derricot and Cogan (1998) sebagai “pendidikan multi dimensional”. Winataputera dalam desertasinya (2001) mengemukakan PKn sebagai kajian lintas bidang keilmuan”, yang secara substantif ditopang terutama oleh ilmu politik dan ilmu-ilmu sosial, serta humaniora, dan secara pedagogis diterapkan dalam dunia pendidikan persekolahan dan masyarakat.
Menurut Yosaphat Haris Nusarastriya (2012) secara pragmatis Pendidikan Kewarganegaraan memiliki visi socio pedagogis untuk mendidik warganegara yang demokratis dalam konteks yang lebih luas, yang mencakup konteks pendidikan formal dan pendidikan non formal. Sedangkan secara umum PendidikanKewarganegaraan memiliki visi formal pedagogis untuk mendidik warga negara yang demokratis dalam konteks pendidikan formal. Di Indonesia PKn memiliki visi formal-pedagogis yakni sebagai mata pelajaran sosial dalam dunia persekolahan dan Perguruan Tinggi yang berfungsi sebagai wahana untuk mendidik warga negara Indonesia yang Pancasilais.
Pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu bentuk kajian lintas bidang keilmuan pada dasarnya telah memenuhi kriteria dasar-formal suatu disiplin (Dufty, 1987 dalam Soemantri:1993) yakni mempunyai “community of scholars, abody of thinking, speaking, and writing, a methode of approach to knowledge” dan “mewadahi” tujuan dan warisan system nilai (Somantri : 1993). PKn merupakan disiplin terapan yang bersifat deskriptif-analitik, dankebijakan pedagosis. Jika dilihat dari pandangan Kuhn (1966) secara paradigmatic, “pendidikan kewarganegaraan sebagaimana dirumuskan dalam desertasinya, menurut Winataputra (2001) baru memasuki pre-paradigmatic phase atau proto science.

2.    Masalah kewarganegaraan saat ini dirasakan semakin penting kedudukannya, tetapi dalam waktu yang sama perhatian terhadap kewarganegaraan belumlah optimal.
       a.  Kemukakan permasalahan yang sebenarnya terjadi di Indonesia?
            Jawab:             
                                    Menurut Azis Wahab, (2006) dalam Budimansyah Dasim, (2007:p.61) bahwa permasalahan yang paling signifikan dalam Pendidikan Kewarganegaraan terutama yang menjadi landasan dan teorinya dari waktu ke waktu dan dari masa ke masa adalah konsep-konsep Pendidikan Kewarganegaraan yang telah dikenal secara teoritik dapat dikatakan telah memadai, namun yang menjadi persoalannya adalah implikasinya dalam pengajaran yang perlu dipertajam makna dan pemahamannya.
                        Warga negara yang akan dihasilkan melalui pendidikan khususnya Pendidikan Kewarganegaraan, pada dasarnya adalah disesuaikan dengan kepentingan “rezim” yang berkuasa, yang digambarkan sebagai pendidikan yang menekankan pada “ nation and character building” yang menekankan pada nasionalisme, dan rezim berikutnya menekankan pada terbentuknya “ Manusia Indonesia Seutuhnya” yang berorientasi pada pengisian kemerdekaan dengan pembangunan yang lebih mengutamakan pendekatan keamanan pembangunan ekonomi, serta perkembangan dan keunggulan teknologi dengan menomorduakan pengembangan manusianya yang kelak akan melakukan dan memanfaatkan semua yang dihasilkan dari pendekatan yang keliru tersebut.
                        Dalam era reformasi tekanan untuk melakukan perubahan dan menetapkan kebebasan serta persamaan yang didasari oleh penegakkan hukum dan aturan-aturan yang berlaku merupakan tuntutan masyarakat guna mencapai masyarakat Indonesia yang madaniah melalui upaya menyiapkan warga negara demokratis, cerdas dan religious.Terjadinya perubahan–perubahan yang dalam istilah atau pengertian membentuk “warga negara yang baik” dalam berbagai era itu menyiratkan inkonsistensi dalam konsep yang dimaksud dengan mengarahkannya kepada terbentuknya warga negara yang baik dalam pengertian “democration citizen”.
                        Perjalanan panjang sejarah Pendidikan Kewarganegaraan dengan segala dampak dan implikasinya itu semakin mempertegas perlunya pembaharuan konsep dan paradigma kewarganegaraan yang baru. Dalam penerapan konsep-konsep Pendidikan Kewarganegaraan yang baru tersebut didasari oleh adanya pengaruh dari dalam dan luar sistem politik sebuah negara seperti halnya Indonesia akan berpengaruh terhadap penyiapan individu warganegara. Secara singkat hal-hal yang dianggap berpengaruh itu diantaranya:
1.      Gagalnya penerapan konsep Pendidikan Kewarganegaraan yang lalu, sebagai akibat dan penekanan pada kebenaran yang bersifat monovision dan sama sekali mengabaikan kemungkinan multivision atau jika dilakukan hanya bersifat semu.
2.      Terjadinya perubahan sistem politik yang lebih mengarah pada upaya reformasi diberbagai bidang kehidupan baik sosial dan budaya, politik itu sendiri, ekonomi dan hukum yang meliputi sistem pendidikan umumnya dan pendidikan kewarganegraan pada khususnya.
3.      Perubahan pada atribut warga negara yang oleh Cogan (1998: 2-3) dikelompokkan kedalam lima kategori seperti :’
a. A sense of identity
b. The enjoyment of certain rights
c. The fulfilmnet of corresponding obligations
d. A degree of interest and involvement in public affairs, and
e. An acceptance of basic societal value.
4. Pengaruh kecenderungan global yang bersifat umum meliputi : The global economy, Technology and Communications dan Population and environment.
5. Kecenderungan global Pendidikan Kewarganegaraan untuk demokrasi. (Budimansyah Dasim dan Syam. S, 2007:p.61-62)
                        Sedangkan menurut Azis Wahab dan Sapriya (2011) dikutip dari bukunya, kelemahan Pendidikan Kewarganegaraan di masa lalu adalah sebagai berikut:
1.      Terlalu menempatkan aspek nilai moralbelka yang menempatkan siswa sebagai obyek yang berkewajiban untuk menerima nilai-niai tertentu
2.      Kurang diarahkan pada pemahaman struktur, proses dan institusi-institusi negara dengan segala kelengkapannya
3.      Pada umumnya bersifat dogmatis dan relatif
4.      Berorientasi kepada kepentingan rezim berkuasa.
                        Hasil analisis terhadap perkembangan pendidikan demokrasi melalui Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia menurut Winataputra : 1999 (dalam Azis Wahab dan Sapriya: 2011) mengatakan bahwa adanya kelemahan-kelemahan yang mendasar pada tingkatan paradigma sehingga mengakibatkan ketidakjelasan, baik dalam tataran teori ataupun tataran praksis. Kelemahan-kelemahan tersebut teridir atas emepat kelemahan pokok, yaitu :
1.      Kelemahan dalam konseptualisasi Pendidikan Kewarganegaraan
2.      Penekanan yang sangat berlebihn pada proses pendidikan moral behavioristik, terperangkap pada penanaman nilai yang cenderung indoktrinatif (values inculcarion)
3.      Ketidakkonsistenan penjabaran berbagai dimensi tujuan Pendidikan Kewarganegaraan ke dalam kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan
4.      Kterisolasian proses pembelajaran dari konteks disiplin keilmuan dan lingkungan sosial budaya.
                        Menurut Muhamad Nu’man Soemantri (2010; 8) permasalahan pada abad ke 21 pada PKn yaitu:
a.       Kebebasan dan demokrasi
b.      Liberalisasi dalam kehidupan
c.       Kemandirian dalam kelompok
d.      Berkembangnya IPTEK
e.       Dorongan ingin terus maju
b. Adakah teori yang dapat dijadikan alternative untuk mengatasi masalah kewarganegaraan di Indonesia?
     Jawab:
                             Ada, yaitu Teori Neo Republikan atau Kewarganegaraan alternatif yang merupakan gabungan dari ketiga teori sebelumnya (liberal individual, Komunitarian, Republik). Teori neo republikan merupakan teori yang melengkapi dari kekurangan teori-teori sebelumnya sehingga dapat juga dikatakan teori neo republikan sebagai teori yang mengatasi masalah kewarganegaraan di Indonesia. Karena teori ini lebih cocok diterapkan di Indonesia dengan dasar negara pancasila dan UUD 1945.  
                        Ketiga teori tersebut dianggap tidak memberikan jaminan sistem penyelenggaraan negara yang harmonis khususnya sistem hubungan antar warga negara dan negara. Pada dasarnya teori neo-republikan meliputi unsur-unsur pemikiran yang ada dalam ketiga teori tersebut. Dengan kata lain, teori neo republikan merupakan kombinasi atau gabungan dari unsur-unsur tiga teori kewarganegaraan sebelumnya.
Perubahan dasar pemikiran kewarganegaraan pada masa ini secara global sangat signifikan.Perubahan orientasi kewarganegaraan pada masa kontemporer khususnya dalam konterks global citizen yaitu dengan melihat dan menganalisi permasalahan dan konflik yang dihadapi hampir oleh semua negara dunia.Perubahan itu ditandai dengan perubahan pandangan manusia terhadap teori-teori kewarganegaraan yang ada.Orientasi kewarganegaraan memandang bahwa Teori Kewarganegaraan Alternatif (Neo-Republikan) menjadi sangat tepat untuk dipraktekkan di setiap negara.karena teori-teori lama tentang kewarganegaraan, seperti: Teori Kewarganegaraan Liberal-Individualis; Teori Kewarganegaraan Komunitarian; dan Teori Kewarganegaraan Republik; sudah tidak cocok dipraktekkan secara pragmatis, pada masyarakat modern ini. Demikian pula di Indonesia, dewasa ini adopsi atas perubahan orientasi kewarganegaraan diaplikasikan pada saat sekarang ini sesuai dengan teori kewarganegaraan alternatif (neo republikan).
Pengertian teori kewarganegaraan alternatif menurut Abdul Azis Wahab dan Sapriya, (2011: 191), adalah: “Teori ini meliputi unsur-unsur pemikiran yang ada dalam teori kewarganegaraan komunitarian, republikan, dan liberal individualis. Dengan kata lain, teori ini merupakan kombinasi atau gabungan dari unsur-unsur tiga teori kewarganegaraan sebelumnya.
Menurut Sapriya dan Abdul Aziz Wahab (2011: 267) PKn memiliki ciri pendekatan interdisipliner berlandaskan pada teori-teori disiplin ilmu-ilmu sosial, yang secara struktural bertumpu pada disiplin ilmu politik. Teori-teori di bawah ini pada dasarnya akan membentuk perilaku warga negara melalui proses pembelajaran Pendidikan Kewargangeraan :
1)      Teori-teori Emile Durkheim, yaitu teori Anomi, teori Konsensus, dan teori Solidaritas atau kesadaran kolektif.
2)      Teori-teori Thomas Hobbes, yaitu teori Kontrak Sosial, Teori Kedaulatan, dan teori Individualisme.
3)      Teori-teori John Locke, yaitu teori Kekuasaan Negara yang Terbatas dan teori Liberalisme Modern.
4)      Teori-teori Jean Jackques Rousseau, yaitu teori Kontrak Sosial, teori Romantisme.
3.    Penanaman dan pengembangan kewarganegaraan dikalangan young generation (hypothetical citizens), khususnya dikalangan peserta didik sangat penting.
a.  Bagaimana strategi pengembangan pendidikan kewarganegaraan pada dimensi kurikuler di Indonesia?
     Jawab:
   PKn sebagai kajian ilmu kependidikan yang memusatkan perhatian pada pengembangan warga negara yang cerdas, demokratis, dan religious serta memiliki karakteristik yang multi dimensional, perlu dilihat dalam tiga kependudukan.
Pertama, PKn sebagai suatu kajian mengenai “civic virtue” dan “civic culture” yang menjadi landasan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai program kurikuler dan gerakan sosial budaya kewarganegaraan. Kedua, PKn sebagai program kurikuler memiliki visi dan misi pengembangan kualitas warga negara yang cerdas, demokratis, dan religious baik dalam latar pendidikan di sekolah maupun di luar sekolah, yang berfungsi sebagai dasar orientasi dari keseluruhan upaya akademis untuk memahami fenomena dan masalah-masalah sosial secara interdisipliner, sehingga siswa dapat mengambil keputusan yang jernih dan bernalar serta bermanfaat yang sebesar-besarnya bagi individu, masyarakat, bangsa dan negara. Ketiga, PKn sebagai gerakan sosial budaya kewarganegaraan yang sinergistik dilakukan dalam upaya membangun “ civic virtue” dan “civic culture” melalui partisipatif aktif secara cerdas, demokratis, dan religious dalam lingkungannya. (Winataputra,1999:23).
Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) merupakan salah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education”. Konfigurasi atau kerangka sistemik PKn dibangun atas dasar paradigma sebagai berikut.
1.      Pertama, PKn secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab.
2.      Kedua, PKn secara teoritik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara.
3.      Ketiga, PKn secara pragramatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (learning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara.  
Dalam Sapriya dan Wahab (2011: 280) strategi pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan pada dimensi kurikuler Indonesia dapat dilihat dalam beberapa regulasi tentang pendidikan antara lain :
1)      Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisten Pendidikan Nasional. “Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. (Pasal 37 ayat (1) Penjelasan UU No. 20 Tahun 2003).
2)      Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.
3)      Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
4)      KTSP yang dibuat oleh tiap satuan pendidikan dengan mengacu pada Permendiknas No 22 dan 23 tahun 2006 serta pedoman dari BSNP, pengembangan kurikulum berdasarkan prinsip-prinsip berikut :
a.       Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
b.      Beragam dan terpadu.
c.       Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d.      Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
e.       Menyeluruh dan berkesinambungan.
f.       Belajar sepanjang hayat.
g.      Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
5)      Undang-undang Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Pasal 9 ayat 2 menyatakan bahwa PKn merupakan salah satu dari bentuk upaya penyelenggaraan bela negara.
6)      Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dalam Pasal 35 ayat (3) menyatakan bahwa Kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat mata kuliah agama, Pancasila, Kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia.
Selain regulasi pendidikan, kita juga dapat mengetahui dari perubahan nama dan muatan dalam pendidikan kewarganegaraan sejak kurikulum tahun 1957 (print out slide perkuliahan, Sapriya,9/3/2012) dijelaskan bahwa PKn semakin berkembang sejak muncul istilah Kewarganegaraan dalam kurikulum Tata Negara SMP/SMA, kemudian 1961 berganti civics, 1968 menjadi pendidikan kewargaan negara, 1975 berubah menjadi PMP, 1994 berubah menjadi PPKn, dan 2006 menjadi PKn.
Perubahan tersebut bukan hanya nama, melainkan muatan materi yang semakin berkembang dan mengikuti perkembangan masyarakat dan negara.
Strategi pengembangan pendidikan kewarganegaraan harus memperhatikan kondisi permasalahan yang sering dihadapi oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari baik masalah lokal, nasional dan internasional. Hal ini penting agar dalam pengembangan pendidikan kewarganegaraan dapat menyentuh realitas, seperti relitas aktifitas politik, ekonomi, sosial-budaya, sehingga siswa dapat berpartisipasi dalam aktifitas realitas tersebut.
Seperti dalam buku teori dan landasan PKN oleh Prof. Sapriya (2011:280) landasan kurikuler pada tahun 2003 disahkan undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang tersebut telah menimbulkan dampak yang cukup signifikan terhadap perubahan sistem kurikulum di Indonesia. Salah satu implikasi dari ketentuan tersebut adalah lahirnya peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan (SNP). Menurut pasal 35 Undanng-undang No. 20 tahun 2003, Standar Nasional Pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pengelolaan dan pembiayaan.
Pasal 2 ayat 1 peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 dinyatakan sandar nasional meliputi:
1.  standar isi
2.  standar proses
3.  standar kompetensi lulusan
4.  standar pendidik dan tenaga kependidikan
5.  standar sarana dan prasarana
6.  standar pengelolaan
7.  standar pembiayaan
8.  standar penilaian pendidikan
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, perlu dilakukan pengkajian secara menyeluruh terhadap masalah-masalah mendasar sehingga PKn dapat diberdayakan menjadi “subjek pembelajaran yang kuat” (powerful learningarea) yang secara kurikuler ditandai oleh pengalaman belajar secara kontekstual dengan ciri-ciri sebagai berikut: bermakna (meaningful), terintegrasi (integrated), berbasis nilai (value-based), menantang (challenging), dan mengaktifkan (activating). Melalui pengalaman belajar semacam itu para siswa difasilitasi untuk dapat membangun pengetahuan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang demokratis dalam koridor psiko-pedagogis-konstruktif.

b.      Uraikan materi (competency) sebagai bahan pengembangan pendidikan kewarganegaraan yang cocok dan layak untuk kondisi siswa di Indonesia ?
            Jawab:
Civic Education dalam konteks Perguruan Tinggi Islam diarahkan pada nation and character building dengan memiliki 3 materi pokok, yakni demokrasi, hak asasi manusia dan masyarakat madani. Ketiga core materials tersebut didukung dengan beberapa 6 pokok bahasan, yakni Identitas Nasional, Negara, Warganegara, Konstitusi, Otonomi Daerah dan Good Governance.
            Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta ciri khas lembaga pendidikan masing-masing. Karena maksud dikembangkannya Pendidikan Kewarganegaraan adalah ;
1.      Pendidikan Kewarganegaraan dipersiapkan untuk membangun masyarakat sipil (civil society), yakni masyarakat madani Indonesia.Pendidikan Kewarganegaraan mengajarkan bagaimana memberdayakan peran yang lebih besar pada individu sebagai anggota masyarakat warganegara Indonesia yang cerdas dan berakhlak mulia.
2.      Pendidikan demokrasi dalam Pendidikan Kewarganegaraan dilaksanakan melalui pengembangan pada 3 (tiga) aspek, yakni ;
a.       Kecerdasan dan daya nalar warga negara (civic intelligence) baik dimensi rasional, emosional dan spiritual, maupun sosio-kultural.
b.      Kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang bertanggung jawab (civic responsibility)
c.       Kemampuan berpartisipasi warganegara (civic participation) atas dasar tanggung jawab, baik secara individu, sosial maupun sebagai kader pemimpin masa depan yang lebih baik.
Sejalan dengan pengembangan dan penerapan kurikulum yang berbasis kompetensi di perguruan tinggi, maka mahasiswa juga harus memiliki tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor dengan mempertimbangkan ciri khusus dalam Pendidikan Kewarganegaraan lulusan yang telah menempuh mata kuliah ini diharapkan memiliki kompetensi:
a.       CIVIC KNOWLEDGE, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan pengetahuan yang berhubungan dengan keilmuan kewarganegaraan, seperti teori tentang negara, terbentuknya masyarakat, identitas nasional, demokrasi, HAM, dan lain sebagainya
b.      CIVIC SKILL, yaitu kompetensi yang menyangkut kemampuan atau keterampilan untuk memasuki masyarakat selaku warga negara yang baik seperti keikutsertaannya dalam kegiatan kemasyarakatan baik secara intelektual atau prilaku (behaviour)
c.       CIVIC DISPOSITION, yaitu terbentuknya watak mahasiswa yang bersumber pada kepribadian bangsa atau jati diri bangsa (Majelis Dikti Litbang PP Muhamadiyah 2005:4)
Proses pendidikan pada dasarnya tidak hanya bertujuan pada kecerdasan peserta didik, namun juga pembinaan terhadap nilai-nilai moral siswa. Hal tersebut menjadi perhatian pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang berbasis pada nilai-nilai moral. Pada dasarnyaPendidikan Kewarganegaraan harus memenuhi tiga aspek, yaitu pengetahuan, keterampilan (skill), dan pembentukan karakter. Menurut Center for Civic Education pada tahun 1994 dalam National Standards for Civics and Government, ketiga komponen pokok tersebut ialah civic knowledge, civic skills, dan civic dispositions (Margaret S. Bronson, dkk., 1999:8-25). Dari tiga aspek itulah maka kompetensi yang diharapkan dari pendidikan kewarganegaraan juga menyesuaikan dengan ketiga aspek tersebut diatas.
            Secara sederhana pengertian kompetensi dapat dipahami sebagaikemampuan yang dimiliki seseorang setelah melalui beberapa proses pendidikan, memiliki kecerdasan dan tanggung jawab dalam bidang tertentu. Kompetensi yang diharapkan setelah menempuh pendidikan kewarganegaraan adalah dimilikinya seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dari seorang warga negara dalam berhubungan dengan negara serta mampu turut serta dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat, bangsa, dan negara sesuai dengan profesi dan kapasitas masing-masing. Sifat cerdas yang dimaksud tampak dalam kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dalam bertindak, sedangkan sifat tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan ditinjau dari nilai agama, moral, etika, dan budaya.
Pendidikan kewarganegaraan yang berhasil akan menumbuhkan sikap mental yang bersifat cerdas dan penuh tanggungjawab pada perserta didik dengan perilaku yang (a) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah bangsa, (b) berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, (c) bersikap rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, (d) bersikap profesional yang dijiwai oleh kesadaran belanegara, serta (e) aktif memanfaatkan ilmu dan teknologi serta seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa, dan negara. Melalui pendidikan kewarganegaraan diharapkan warganegara mampu memahami, menganalisis, serta menjawab berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa, dan negara secara tepat, rasional, konsisten, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dalam rangka mencapai tujuan nasional; menjadi warga negara yang tahu hak dan kewajibannya, menguasai ilmu dan teknologi serta seni namun tidak kehilangan jati diri.
Untuk mengetahui materi apa yang harus dikembangkan dalam PKn, maka kita dapat merujuk pada pendapat Margaret Branson (dalam Print Out Slide perkuliahan 9/3/2012) civic competence yaitu mencakup Civic Knowledge, Civic Skill, Civic Dispotition. Untuk masing-masing klaster kemampuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut (CCE, dalam Udin Winataputra dan Dasim Budimansyah, 2007: 31) :
1.      Knowledge : The Content of civic Education :
·         Why do we need a government ?
·         The purpose of government
·         Constitutional Principles
·         Structure of goverenment
·         Concept, principles, and values underlying the political system, i.e., Authority, Justice, Diversity, Rule of Law.
·         Individual rights (personal, political, economic)
·         Responsibilities of citizen
·         Role of citizen in a democracy
·         How the citizen can participate in community decisions
2.      Skill : What a citizen needs to be able to do to participate effectively :
Critical thinkings skills : Gather and asses information, Clarify and prioritize, identify and assess consequences, Evaluate, reflect.
Participation skills : communicate, negotiate, cooperate, manage conflict peacefully and fairly, reach consensus.
3.      Attitudes/Beliefs : Character or dispotitions of citizen :
Personal character : Moral responsibility, self discipline, respect for individual dignity and diversity of opinion (empathy)
Public character : respect for the law, Willingness to participate in public affairs, Commitment to the rule of the majority with respect for the rights og the minority, Commitment to the balance between self-interest and the common welfare, Willingness to seek changes in unjust laws in a peaceful and legal manner.
4.      Civic Dispotitions : Civility, Respect for the rights of other individuals, Respect for law, Honesty, Open mindedness, Critical Mindedness, Negotiation and compromise, Persistence, Compasion, Patriotism, Courage, Tolerance of ambiguity.
Menurut Sapriya dan Wahab (2011: 18) menyatakan bahwa sebagai warga negara demokratis yang kompeten atau memiliki kemampuan tertentu untuk :
·         Mengetahui teori dan latar belakang pemerintahan yang demokratis,
·         Berbagai tanggung jawab pemerintahan.
Jadi dua hal tersebut di atas pun harus dikembangkan dalam PKn. Selain itu pun agar tujuan pembelajaran PKn agar memiliki kompetensi dasar warga negara Indonesia harus memiliki :
1.      Acquiring and using information.
2.      Assesing involvement.
3.      Making decisions.
4.      Making judgements.
5.      Communicating.
6.      Cooperating
7.      Promoting interests.
Ketujuh kompetensi tersebut harus dilihat sebagai seperangkat alat atau pedoman untuk mengidentifikasi dasar-dasar apa yang dibutuhkan dalam menyiapkan warga negara untuk kehidupan masa kini dan masa yang akan datang.
Setidaknya mereka kini telah mencapai suatu konsensus akademis dan programatik yang padagilirannya akan memandu terjadinya proses kurikulum yang Iebih koheren. Bagi Indonesia konsensus serupa sangatlah penting dan didambakan untuk mendapatkan paradigma yang cocok mengenai pendidikan bidang sosial di sekolah.
Kedudukan (status) wawasan nusantara adalah posisi, cara pandang, dan perilaku bangsa Indonesia mengenai dirinya yang kaya akan berbagai suku bangsa, agama, bahasa, dan kondisi lingkungan geografis yang berwujud negara kepulauan, berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Secara hierarki, posisi atau status wawasan nusantara menempati urutan ketiga setelah UUD 1945.
                        Urutan sistem kehidupan nasional Indonesia adalah:
a.       Pancasila sebagai filsafat, ideologi bangsa, dan dasar negara.
b.      UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
c.       Wawasan nusantara sebagai geopolitik Indonesia.
d.      Ketahanan nasional sebagai geostrategi bangsa dan negara Indonesia.
e.       Politik dan strategi nasional sebagai kebijaksanaan dasar nasional dalam pembangunan nasional.
Bentuk Wawasan Nusantara
o   Wawasan nusantara sebagai landasan konsepsi ketahanan nasional
o   Wawasan nusantara sebagai wawasan pembangunan
o   Wawasan nusantara sebagai wawasan pertahanan dan keamanan negara
o   Wawasan nusantara sebagai wawasan kewilayahan